Monday, September 29, 2014

TARBIYAH

"Tarbiyah bukan segala galanya, tapi segalanya bisa berawal dari Tarbiyah". 



Tarbiyah saat ini telah menjadi sebuah fenomena tersendiri di bumi khatulistiwa ini. Terbukti dengan maraknya kajian keislaman yang diadakan hamper di seluruh tempat terutama di lingkungan yang isinya orang-orang yang ‘makan bangku’ pendidikan.

Pentingnya Tarbiyah
Tarbiyah sangat penting sebagai imunitas dalam menghadapi serangan musuh, selain sebagai sarana penguat aqidah. Karena Tarbiyah adalah sebuah sarana untuk membentuk pribadi dambaan ummat hingga mampu membentuk komunitas Islami menuju terwujudnya kembali sebuah peradaban ideal.
Tarbiyah yang merupakan sebuah kemestian, keharusan bagi pada da’I Islam memiliki karakteristik tersendiri yang menjadikannya ‘begitu indah’. Rabbaniyah, sebagaimana karakter Islam itu sendiri, Tarbiyah pun bersumber dan bertujuan hanya kepada Allah. Lalutadaruj atau bertahap. 

Dakwah adalah sebuah proses dan tahapan, sehingga Tarbiyah pun dilakukan dan berjalan secara bertahap, step by step, sehingga tidak memberatkan dan memaksakan meski juga tidak ringan. Selain itu dalam Tarbiyah juga berlaku tawazunalias seimbang . Artinya menempatkan segala sesuatu pada haknya. Dan juga syaamil atau universal, menyentuh seluruh lini dan sisi kehidupan. Karena Tarbiyah sebagai pondasi dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamiin –‘memanusiakan’ manusia. Terakhir dalam tarbiyah tidak mengenal kata cukup atau berhenti, ia berkesinambungan (istimror) sepanjang hidup. Atau yang disebut life education alias Tarbiyah madal hayah

Proses Tarbiyah
Tarbiyah dalam prosesnya dapat dilakukan minimal dengan tiga pendekatan; idealis, taktis, dan operacional.

Pendekatan idealis adalah jalan bagi pada da’i Islam, tidak ada jalan lain karena jalannya adalah jalan tarbawi yang memiliki tiga karakter mendasar.
Pertama, sulit tapi hasilnya berkualitas.

Proses tarbiyah ibarat menanam pohon jati, senantiasa harus dijaga dan diperlihara sehingga akarnya tetap kuat dan tidak goyah diterpa badai dan angin kencangn. Karenanya jalan Tarbawi merupakan proses pembentukan pribadi dambaan.

 Kedua, proses yang panjang tapi terjaga kemurniannya.

Dakwah adalah jalan panjang yang tidak hanya dilalui oleh satu generasi. Akan tetapi, meski terkadang untuk mencapai target dan sasaran tertentu harus melalui sekian banyak generasi, Asholah-nya tetap terjaga dan hammasah tetap terpelihara. Tarbiyah membentuk pribadi telah yang teruji dengan panjangnya mata rantai perjalanan dakwah serta pribadi yang tak kekang karena panas dan tak lapuk karena hujan.

 Ketiga, lambat tapi hasilnya terjamin.

Dakwah ibarat kompetisi dan bukan perlombaan, untuk itu diperlukan kesabaran dan keuletan dengan ’staying power untuk mencapai target dan sasaran dengan kualitas terjamin. Kompetisi memang terlihat lama dan lambat, akan tetapi potensi dan tenaga terdistribusi secara kolektif dan perpaduan kerjasama terarah secara baik untuk memberikan sebuah jaminan kesuksesan di akhir kompetisi. 

Watak perjalanan dakwah yang lamabat harus dilihat dari proses dan tahapannya, bukan dari perangai para pelakunya (okum da’i), karena perangai yang lambar adalah sebuah kelalaian. Dan salah satu jaminan dari proses tarbiyah adalah lahirnya kepribadian yang integral, tidak mendua, dan tidak terbelah, yang akan tampak sejauh mana keterjaminannya bila dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang menguji integritas kepribadiannya.
Setelah ketiga faktor idealis di atas terelisasi dengan baik, maka langkah berikutnya adalah memetaka langkah-langkah taktis, untuk menyeimbangkan luasnya medan dakwah dengan jumlah kader serta menyelaraskan dukungan massa dengan potensi Tarbiyah.




TAWAZUN (KESUKSESAN DUNIA AKHIRAT)


Lama gak main disini, untuk kali ini mau ngeshare ini dulu.  Tentang Tawazun.

Tawazun artinya keseimbangan. Sebagaimana Allah telah menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan (67: 3).
Manusia dan agama lslam kedua-duanya merupakan ciptaan Allah yang sesuai dengan fitrah Allah. Mustahil Allah menciptakan agama lslam untuk manusia yang tidak sesuai. Allah  berfirman, (30: 30). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa manusia itu diciptakan sesuai dengan fitrah Allah yaitu memiliki naluri beragama (agama tauhid: Al-Islam) dan Allah menghendaki manusia untuk tetap dalam fitrah itu. Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, itu hanyalah karena pengaruh lingkungan (Hadits: Setiap bayi terlahir daIam keadaan fitrah (Islam) orang tuanyalah yang menjadikan ia sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi)
Sesuai dengan fitrah Allah, manusia memiliki 3 potensi, yaitu Al-Jasad (Jasmani), Al-Aql (akal) dan Ar-Ruh (rohani). Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun (seimbang). Perintah untuk menegakkan neraca keseimbangan ini dapat dilihat pada QS. 55: 7-9. 
Ketiga potensi ini membutuhkan makanannya masing-masing. :
1. Jasmani.
Mu’min yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim). Kebutuhannya adalah makanan, yaitu makanan yang halaalan thayyiban (halal dan baik) [80:24, 2:168], beristiharat [78:9], kebutuhan biologis [30: 20-21] & hal-hal lain yang menjadikan jasmani kuat.
2. Akal
Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akalya. Akal pulalah yang menjadikan manusia lebih mulia dari makhluk-makhluk lainnya. Dengan akal manusia mampu mengenal hakikat sesuatu, mencegahnya dari kejahatan dan perbuatan jelek. Membantunya dalam memanfaatkan kekayaan alam yang oleh Allah diperuntukkan baginya supaya manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardh (wakil Allah di atas bumi) [2:30, 33:72]. Kebutuhan akal adalah ilmu [3:190] untuk pemenuhan sarana kehidupannya.
3. Ruh (hati)
Kebutuhannya adalah dzikrullah [13:28, 62:9-10]. Pemenuhan kebutuhan rohani sangat penting, agar roh/jiwa tetap memiliki semangat hidup, tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut jiwa akan mati dan tidak sanggup mengemban amanah besar yang dilimpahkan kepadanya.

Dengan keseimbangan manusia dapat meraih kebahagian hakiki yang merupakan nikmat Allah. Karena pelaksanaan syariah sesuai dengan fitrahnya. Untuk skala umat, ke-tawazunan akan menempatkan umat lslam menjadi umat pertengahan/ ummatan wasathon [2:143]. Kebahagiaan itu dapat berupa:
– Kebahagiaan bathin/jiwa, dalam Bentuk ketenangan jiwa [13:28]
– Kebahagian zhahir/gerak, dalam Bentuk kestabilan, ketenangan beribadah, bekerja dan aktivitas  lainnya.
Dengan menyeimbangkan dirinya maka manusia tersebut tergolong sebagai hamba yang pandai mensyukuri nikmat Allah. Dialah yang disebut manusia seutuhnya.
Contoh-contoh manusia yang tidak tawazun
• Manusia Atheis: tidak mengakui Allah, hanya bersandar pada akal (rasio sebagai dasar) .
• Manusia Materialis: mementingkan masalah jasmani / materi saja.
• Manusia Pantheis (Kebatinan): bersandar pada hati/ batinnya saja.