Friday, June 5, 2015

10 Tanda Degradasi Ruhiyah Aktivis Dakwah


Anda seorang aktifis dakwah? Waspadailah jika salah satu dari sepuluh hal berikut menimpa Anda, karena ia mengindikasikan terjadinya degradasi ruhiyah.

1. Dusta

Rasulullah pernah mengingatkan bahwa seorang mukmin tak mungkin menjadi pembohong. Jika aktifis dakwah mulai berani berbohong, saat itulah indikasi degradasi ruhiyah terjadi.

Kadang kebohongan terjadi pada saat seseorang terjepit atau ingin mengais keuntungan tertentu. Misalnya untuk mendapatkan “pembenaran” atas ketidaksertaannya dalam aktifitas dakwah yang berat, yang sebenarnya ia tak memiliki alasan untuk meninggalkannya kecuali sikap malas. Di zaman Rasulullah, ini pernah terjadi pada perang Tabuk. Di mana kaum munafikin yang tidak ikut berangkat perang membohongi Rasulullah dengan berbagai alasan saat beliau kembali di Madinah; agar keabsenannya dimaklumi dan dimaafkan.

Kebohongan juga bisa terjadi pada saat munculnya momentum yang memberikan peluang keuntungan besar melalui kebohongan. Yang jika ia jujur, menurut pertimbangannya, peluang itu akan lewat begitu saja. Ingatlah, bahwa tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik.

2. Tak memenuhi janji

Berhati-hatilah jika Anda tidak memenuhi janji untuk menjalankan kewajiban dakwah yang telah Anda sepakati. Atau Anda mulai “toleran” dengan keterlambatan menghadiri forum-forum dakwah pekanan dan sebagainya. Kita patut waspada bahwa itu merupakan ingkar janji yang termasuk tanda-tanda kemunafikan, di mana saat itu terjadi degradasi ruhiyah dan keimanan.

“Ada tiga tanda kemunafikan,” sabda Rasulullah dalam riwayat Al Bukhari, “yaitu bila bicara ia dusta, bila berjanji ia ingkar, dan bila diberi amanah ia berkhianat.”

3. Mengkhianati amanah

Tiga hal pertama, termasuk mengkhianati amanah ini juga merupakan tanda kemunafikan seperti disebutkan dalam terjemah hadits di atas. Sekecil apapun amanah yang diembankan kepada Anda, termasuk amanah kepanitiaan, amanah di wajihah, amanah di struktur dakwah; pada saat Anda menyia-nyiakannya, tidak mau menunaikannya, itu merupakan indikasi degradasi ruhiyah. Perlu sebuah introspeksi mengapa kita tak mau menunaikan amanah yang sudah kita terima; apakah kita menerima amanah karena Allah, atau karena mengincar tujuan duniawi? Jika karena Allah, bangkitlah! Jangan biarkan degradasi ruhiyah berkelanjutan dan menggerogoti keimanan.

4. Takut berjuang dan berdakwah

Ini juga tanda degradasi ruhiyah. Jika Anda tak lagi berani bergerak, berharakah, berjuang mendakwahkan Islam; ketahuilah bahwa saat itu sedang terjadi degradasi ruhiyah. Kembalilah kepada keyakinan yang benar bahwa rezeki ditentukan Allah dan masa depan dalam genggaman Allah.

Mengapa takut lingkungan membenci Anda jika Anda sedang bergerak meraih ridha Allah dan cinta-Nya? Perusahaan mungkin bisa memecat Anda karena aktif berdakwah, tetapi ia takkan melakukannya selama Anda tetap profesional dalam bekerja. Lebih dari itu, tak seorang pun bisa menghalangi Anda dari rezeki yang lebih besar yang sudah Allah siapkan.

“Barangsiapa yang tidak berjihad dan tidak meniatkan dalam hatinya untuk melakukannya, ia membawa satu cabang kemunafikan pada kematiannya.” (HR. Muslim)

5. Su’udhan (Buruk Sangka)

Di saat Anda berprasangka buruk terhadap sesama aktifis dakwah yang berubah menjadi kaya, khawatirlah bahwa degradasi ruhiyah sedang melanda. Aktifis dakwah yang menjadi kaya setelah mendapatkan jabatan publik memang menimbulkan godaan untuk berburuk sangka. Tapi itulah cara syetan menyerang, padahal kita tak pernah tahu bahwa pada saat yang sama usaha atau bisnis aktifis dakwah itu berhasil setelah bertahun-tahun sebelumnya ia rintis dan ia kembangkan.

Kadang buruk sangka juga menjadikan qiyadah dakwah sebagai sasarannya. Bahkan pada kisah haditsul ifki kita bisa mengambil ibrah betapa pemimpin terbaik seperti Rasulullah pun, keluarganya pernah menjadi sasaran buruk sangka sebagian orang.

“Hindarilah oleh kalian prasangka,” sabda Rasulullah dalam riwayat Muslim, “karena itu seburuk-buruknya perkataan.”

6. Ghibah

Tanda degradasi ruhiyah berikutnya adalah ghibah. Yakni ketika seorang aktifis dakwah membincangkan hal-hal yang tak disukai seadainya didengar oleh orang yang dibincangkan. Ghibah juga menjadi tanda memudarnya ukhuwah sehingga ketika ada kelemahan, kekurangan atau kesalahan aktifis dakwah, yang bersangkutan tidak diingatkan dan dikoreksi, malah aibnya disebarkan.

“Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al Hujurat : 12)

7. Hasad (dengki)

Hasad kepada sesama aktifis dakwah umumnya sulit ditemui pada fase awal atau perintisan dakwah. Di masa-masa sulit seperti itu, ketika semua aktifis dakwah berjuang “mati-matian” dalam kesulitan, hasad adalah penyakit hati yang sangat langka.

Namun, seiring dengan kemajuan dakwah, terbukanya kesempatan, dan teraksesnya kekuasaan, hasad bisa menjadi ancaman. Nah, aktifis dakwah yang tidak suka dengan kemajuan saudaranya, kesuksesannya, jabatannya, kekuasaannya, lalu berupaya menghilangkan nikmat itu; itulah hasad yang menjadi tanda degradasi ruhiyah. Bahkan saat ketidaksukaan muncul saja, hanya karena alasan dunia –mengapa dia dan bukan saya- itu saja sudah sangat mengkhawatirkan bahwa keruntuhan ruhiyah kita sedang berjalan.

8. Sering lalai dan mencari-cari alasan

Lalai terhadap komitmen amal ibadah yaumiyahnya, lalai terhadap amanahnya, lalai syura dakwahnya, lalai agenda pekanannya, lalu berupaya mencari alasan pembenar agar bisa disebut udzur adalah bagian dari tanda degradasi ruhiyah. Demikian pula saat aktifis dakwah mencari-cari celah atau menabrak hal-hal makruh dan syubhat sehingga akhirnya terjerembab dalam dosa dan pelanggaran.

“Seorang hamba takkan mencapai derajat ketaqwaan, sehingga ia meninggalkan perkara mubah baginya karena khawatir terjerumus masalah yang mengandung dosa.” (HR. Tirmidzi)

9. Suka popularitas, tak semangat dalam amal rahasia

Di saat mihwar dakwah telah sampai pada mihwar muasasi, gerbang amal amah terbuka gegap gempita. Banyak peluang popularitas di sana, banyak kemasyhuran menanti pelakunya. Jika pada saat seperti ini agenda dakwah khas dinomorduakan, tak ada gairah dan semangat menempuhnya, ketahuilah bahwa itu bagian dari riya’ yang menunjukkan degradasi ruhiyah kita.

10. Menjauhi syura

Jika Anda tak lagi menyukai syura, ingin menghasilkan keputusan dakwah sendiri, ingin mengambil kebijakan sendiri, sangat boleh jadi saat itu ruhiyah sedang melemah. Sebab ia hanya bermuara pada dua hal; pertama, menganggap orang lain dan jamaah dakwah tidak lebih baik dan lebih pintar dari Anda. Artinya ujub dan takabur tengah menjangkiti. Kedua, timbul keinginan untuk “berkuasa” diantaranya dengan bebas menentukan segalanya, termasuk menentukan arah dakwah demi kepentingan pribadi.

Syura adalah prinsip dalam amal jamai dan harus selalu ditegakkan dalam semua marhalah yang dilalui. “..sedang urusan mereka (diputuskan) dengan syura diantara mereka…” (QS. Asy Syura : 38).



Tafsir Muslim Negarawan

Tafsir Resmi "MUSLIM NEGARAWAN"

Lokakarya Departemen Kaderisasi akhir Desember tahun 2005 dan awal 2006 atau lebih tepatnya pada tanggal 1 Muharam 1427 H yang diselenggarakan di Situ Gunung Sukabumi menyepakati rumusan profil ideal kader KAMMI, yakni mewujudkan kader Muslim Negarawan. Profil Muslim Negarawan ini adalah interpretasi dari sosok ‘Pemimpin Masa Depan yang Tangguh’ sebagaimana termaktub dalam Visi KAMMI. Pemimpin yang tangguh seperti apa yang ingin diwujudkan oleh KAMMI belum ada tafsir resminya sehingga wajar kemudian yang berkembang justru masing-masing menafsirkan sendiri-sendiri. Pentingnya tafsir resmi ini agar KAMMI memiliki patokan dasar dalam mengimplementasikan konsep yang diinginkan gerakan. Dengan memiliki patokan dasar yang resmi maka mengevaluasi hasil-hasilnya pun dapat dipertanggungjawabkan secara kolektif bahkan dapat diukur pencapaiannya.

Mengapa Muslim Negarawan?

Istilah Muslim Negarawan merupakan frase yang terdiri dari kata Muslim dan Negarawan. Dua kata ini bermakna netral yakni, muslim, merujuk pada manusia yang beragama Islam dan negarawan merujuk pada kualitas pemimpin puncak sebuah Negara. Mengapa Negarawan? Apa bedanya dengan bangsawan?

Hal pertama yang perlu dipahami, ketika dua buah kata dibentuk menjadi satu frase, maka dua kata itu menjadi istilah yang eksklusif. Dikatakan eksklusif karena tidak ada kamus yang dapat dirujuk secara bertanggung jawab kecuali dari pihak yang mengeluarkan istilah itu. Seperti halnya istilah ‘rumah sakit’, frase ini menjadi istilah eksklusif yang terdiri dari kata ‘rumah’ dan ‘sakit’. Tapi muncul pertanyaan sederhana, mana mungkin rumah sakit? Apakah rumah itu hidup sehingga ia sempat merasakan sakit? Jawabannya: jika diartikan secara harfiyah memang bermakna demikian, tapi ketika dua kata menjadi frase artinya dikembalikan pada pihak/komunitas yang mengeluarkan frase itu. Jika frase itu dikeluarkan oleh pihak serumpun Melayu (Indonesia) maka artinya adalah tempat berobat. Tapi jika dicari di kamus berbahasa Inggris mungkin akan berarti home of sick, tapi istilah terakhir ini tidak dikenal di sana, mereka hanya kenal istilah hospital bagi ‘rumah sakit’ yang kita istilahkan tadi.

Begitu juga dengan istilah Muslim Negarawan yang dikeluarkan KAMMI, ketika dua kata ini digabung maka istilah ini menjadi istilah yang eksklusif dan karenanya makna frase ini perlu dikembalikan pada pihak yang bertanggung jawab mengeluarkan istilah ini, yang dalam hal ini adalah KAMMI itu sendiri.

Dalam Manhaj Kaderisasi KAMMI 1427 H, Muslim Negarawan adalah kader KAMMI yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.

Mengapa negarawan? Kata negarawan menurut beberapa kamus adalah pejabat pemimpin pemerintahan; seseorang yang dianggap berjasa dalam membangun bangsanya; mentalitas yang merasa memiliki bangsa dan negaranya dan karenanya ia berkontribusi dalam membela dan membangun negara dan bangsanya. KAMMI mengambil dua makna yang terakhir yang lebih substansial yakni mentalitas bukan jabatan. Tapi dua makna yang terakhir ini setara dengan makna yang pertama, oleh karena itu makna-makna ini sejalan dengan logika gerakan bahwa gerakan mahasiswa setara dengan pejabat pemerintahan dalam peran ballanching power (kekuatan penyeimbang).

Secara konstitusional misi dan peran kenegaraan ini termaktub dalam preambule UUD ’45 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam konteks kekaderan makna negarawan di atas bagi KAMMI adalah misi dan peran-peran kenegaraan dijiwai kader KAMMI. Sebagai ballanching power, maka KAMMI harus dapat mengontrol negara untuk konsisten menjalankan peran-peran kenegaraan ini sebagaimana termaktub dalam UUD ’45.

Namun yang diinginkan KAMMI makna negarawan di atas tidak dimaknai secara sekuler. Dengan istilah Muslim Negarawan maka nilai-nilai keislaman menjiwai dan mewarnai watak kenegarawanan kader KAMMI.

Mengapa tidak bangsawan, sebab kata bangsawan memiliki konotasi elit dan strata khusus yang berbeda dengan rakyat biasa, yakni mereka yang memiliki trah/darah biru sebagai atau keturunan dari penguasa sebuah bangsa. Dan istilah ini tidak lagi relevan di zaman sekarang.

Manhaj Dakwah Membedah Muslim Negarawan

Lima Elemen Kunci dan Alat Evaluasi

Sebagaimana disebutkan dalam Manhaj Kaderisasi KAMMI 1427 H, Muslim Negarawan adalah kader KAMMI yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan. Dari definisi ini terdapat lima elemen kunci sebagai alat ukur evaluasi apakah kader KAMMI atau kebijakan-kebijakan KAMMI mencerminkan sebagai Muslim Negarawan.

Lima Elemen kunci dari kader Muslim Negarawan adalah:
1. Memiliki basis ideologi Islam yang mengakar,
2. Memiliki basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan,
3. Idealis dan konsisten,
4. Berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta
5. Mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.

Kehendak KAMMI atas Lima Elemen Kunci Bagi Kader

Yang dimaksud dengan ‘Memiliki basis ideologi Islam yang mengakar’ adalah bahwa kader KAMMI berpikir dan bergerak berdasarkan ‘kehendak’ Islam. Islam sebagai titik tolak pergerakan adalah ideologi yang mewarnai pergerakan dan kebijakan KAMMI. KAMMI tidak berpikir dan bertindak dalam framework liberal atau menggunakan elemen ideologi kelompok lain. KAMMI hanya menggunakan Islam sebagai landasan dan kaidah perjuangannya. Karenanya KAMMI hanya menjalankan kehendak-kehendak Islam dalam membangun bangsa dan merekonstruksi umat. Oleh karena itu hal ini menuntut kader KAMMI untuk mempelajari Islam secara lebih intensif dan komprehensif, terutama mempelajari apa kehendak-kehendak Islam dan bagaimana kaidah-kaidah memperjuangkannya.

Yang dimaksud dengan ‘Memiliki basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan’ adalah bahwa kader KAMMI berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan ilmiah dan pemikiran yang mapan. Yang dimaksud dengan pengetahuan ilmiah adalah berangkat dari pengetahuan yang rasional (masuk akal) dan empirik (dapat dibuktikan). KAMMI tidak bergerak secara emosional tapi bergerak dengan penuh argumen yang valid dan solid, lengkap dengan data-data yang akurat dan pembelaan yang tepat. Yang dimaksud dengan pemikiran yang mapan adalah bahwa KAMMI tidak berangkat dari pengetahuan yang mudah didekonstruksi. KAMMI berbeda dengan kelompok liberal yang memandang banyak persoalan terutama persoalan keislaman dengan cara pandang dekonstruksi, sedangkan mereka sendiri mendekonstruksi Islam dengan ilmu alat epistemologi yang tidak mapan dan mudah didekonstruksi pula. Oleh karena itu hal ini menuntut kader KAMMI untuk giat mempelajari konsep-konsep pengetahuan dan pemikiran yang mapan agar tidak mudah didekonstruksi argumen pergerakannya.

Yang dimaksud dengan idealis dan konsisten adalah bahwa kader KAMMI berpikir, berniat, dan bertindak berangkat dari nilai-nilai ideal bukan dari keuntungan sesaat dan tidak mudah menjual diri pada kepentingan pragmatis. Hal ini bukan berarti KAMMI tidak realistis, justru dengan mematok ‘nilai tertinggi’ ini ada upaya dialektis dengan realitas yang kemudian akan memudahkan KAMMI bergerak secara terpadu. Dalam cara pandang ini diupayakan kader KAMMI untuk selalu mengasah idealismenya dan melakukan evaluasi diri atas konsistensi perjuangannya. Bisa jadi godaan sesaat dapat menjebak KAMMI pada kepentingan yang tidak menguntungkan umat dunia akhirat dan menghilangkan investasi pahala ikhlas padahal perjuangan begitu melelahkan.

Yang dimaksud dengan ‘Berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa’ adalah bahwa kader KAMMI bukanlah beban dan masalah bagi umat dan bangsa, justru sebaliknya ekspresi kader KAMMI dalam pikiran, niatan, dan tindakan merupakan dalam rangka memberi solusi memecahkan problematika umat dan bangsa. KAMMI secara individual maupun organisasional adalah aset bagi umat dan bangsa ini. Oleh karenanya keterlibatan KAMMI dalam proses-proses perubahan dan kebijakan serta intervensi sosial secara kreatif dan strategis menjadi signifikan dalam upaya perbaikan. Dengan demikian KAMMI dan kader-kadernya penuh dinamika dan bukanlah kelompok yang diam dan tidak peduli terhadap persoalan kebangsaan dan keummatan.

Terakhir, yang dimaksud dengan ‘Mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan’ adalah bahwa kader KAMMI bukanlah musuh bagi pihak tertentu, gerakan atau institusi lainnya, sebaliknya KAMMI dapat memainkan perannya dalam merekatkan komponen-komponen bangsa pada upaya perbaikan dan pembangunan bangsa dan umat ini. 

Musuh KAMMI hanyalah kebatilan, KAMMI hanya berpikir, berniat, dan bertindak untuk menghilangkan kebatilan itu dalam komponen-komponen bangsa untuk kemudian bersama-sama membangun negeri tercinta Indonesia dan semesta dunia ini. Oleh karena itu, hal ini menuntut kader-kader KAMMI untuk bergaul secara luas, memiliki jaringan luas dalam proses perbaikan dan pembangunan dengan berbagai pihak, dan meletakkan ukhuwah secara proporsional. Ukhuwah dalam pandangan KAMMI mengikuti ukhuwah dalam pandangan Islam yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seiman), ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia), ukhuwah wathoniyah (ikatan sebangsa dan setanah air), ukhuwah nabatiyah (sensitivitas pada ‘kejiwaan’ alam), dan ukhuwah hayawaniyah (kepekaan kasih sayang pada hewan).

Pembangunan Kompetensi Kritis

Untuk mewujudkan sosok Muslim Negarawan erat kaitannya dengan pembangunan sistem gerakan (organic system building). Idealnya gerakan mahasiswa Islam adalah gerakan yang tertata rapi (quwwah al-munashomat), memiliki semangat keimanan yang kuat (ghirah qawiyah) dan didukung kader-kadernya yang kompeten. Tiga hal ini merupakan syarat utama munculnya sosok Muslim Negarawan yang memiliki keberpihakan pada kebenaran dan terlatih dalam proses perjuangannya.

Secara aplikatif sosok kader Muslim Negarawan harus memiliki kompetensi kritis yang harus dilatih sejak dini. Kompetensi kritis ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki kader yang dirancang sesuai kebutuhan masa depan sebagaimana yang dirumuskan di dalam Visi Gerakan KAMMI. 

Terdapat enam kompetensi kritis yang harus dimiliki kader KAMMI, sebagai berikut ini:

1. Pengetahuan Ke-Islam-an
Kader harus memiliki ilmu pengetahuan dasar keislaman, ilmu alat Islam, dan wawasan sejarah dan wacana keislaman. Pengetahuan ini harus dimiliki agar kader memiliki sistem berpikir Islami dan mampu mengkritisi serta memberikan solusi dalam cara pandang Islam.

2. Kredibilitas Moral
Kader memiliki basis pengetahuan ideologis, kekokohan akhlak, dan konsistensi dakwah Islam. Kredibilitas moral ini merupakan hasil dari interaksi yang intensif dengan manhaj tarbiyah Islamiyah serta implementasinya dalam gerakan (tarbiyah Islamiyah harakiyah).

3. Wawasan ke-Indonesia-an
Kader memiliki pengetahuan yang berkorelasi kuat dengan solusi atas problematika umat dan bangsa, sehingga kader yang dihasilkan dalam proses kaderisasi KAMMI selain memiliki daya kritis, ilmiah dan obyektif juga mampu memberikan tawaran solusi dengan cara pandang makro kebangsaan agar kemudian dapat memberikan solusi praktis dan komprehensif.

Wawasan ke-Indonesia-an yang dimaksud adalah penguasaan cakrawala ke-Indonesia-an, realitas kebijakan publik, yang terintegrasi oleh pengetahuan interdisipliner.

4. Kepakaran dan profesionalisme
Kader wajib menguasai studi yang dibidanginya agar memiliki keahlian spesialis dalam upaya pemecahan problematika umat dan bangsa. Profesionalisme dan kepakaran adalah syarat mutlak yang kelak menjadikan kader dan gerakan menjadi referensi yang ikut diperhitungkan publik.

5. Kepemimpinan
Kompetensi kepemimpinan yang dibangun kader KAMMI adalah kemampuan memimpin gerakan dan perubahan yang lebih luas. Hal mendasar dari kompetensi ini adalah kemampuan kader beroganisasi dan beramal jama’i. Sosok kader KAMMI tidak sekedar ahli di wilayah spesialisasinya, lebih dari itu ia adalah seorang intelektual yang mampu memimpin perubahan. Di samping mampu memimpin gerakan dan gagasan, kader pun memiliki pergaulan luas dan jaringan kerja efektif yang memungkinkan terjadi akselerasi perubahan.

6. Diplomasi dan Jaringan
Kader KAMMI adalah mereka yang terlibat dalam upaya perbaikan nyata di tengah masyarakat. Oleh karena itu ia harus memiliki kemampuan jaringan, menawarkan dan mengkomunikasikan fikrah atau gagasannya sesuai bahasa dan logika yang digunakan berbagai lapis masyarakat. Penguasaan skill diplomasi, komunikasi massa, dan jaringan ini adalah syarat sebagai pemimpin perubahan.




Ditilang Polisi

#27 Mei 2015: Pos Penjagaan Pertigaan RSUP.

Seminggu yang lalu, tepatnya hari rabu saya ditilang sama polisi di simpang RSUP batu 8. Siang siang sekitar jam 2 mau pergi kekammpus. Hari rabu biasanya jadwal untuk ketemu pembimbing dan mentoring. Tapi buat rabu itu kekampusnya cuma untuk mentoring saja.Rute yang dilewati pun biasa.Rute inilah yang menjadi sebab saya ditilang.Melawan arus, terjebak dengan polisi yang lagi jaga di "pos" dan akhirnya benar-benar ditilang. Kunci motor sempat ditahan, tanda tangan surat tilang. Dikasi dua pilihan, bayar denda atau sidang. Sebenarnya mau milih motor dikembalikan tanpa konsekuensi apapun. Tapi mana mungkin. hehe...

Bayar denda jadi pilihan, walau saat itu uang yang kubawa tak mencukupi jumlah yang ditetapkan. Akhirnya, saya pun meminjam kembali kunci motor saya yang awalnya sudah ditahan polisi untuk ambil kekurangan uang denda dirumah. Ajaib!!! Diizinkan. Selam perjalanan saya berfikir keras, atas dasar apa polisi mempercayai saya. hohoooo... 
Sepuluh menit, lebih kurang saya kembali menemui polisi, bayar denda dan meluncur kekampus.

#01 Juni 2015: Kantor Polisi Batu 5

Kembali melakukan perjalanan, Kijang Kencana- Pemuda. Sore itu rute perjalanan melewati markas polisi batu 5. Didepan kendaraan cukup padat, ternyata razia. Takdir kembali mempertemukan dengan polisi. Diakhir pertemuan, motor saya kembali harus ditahan sampai tanggal 19 Juni. Artinya, hari hari akan dilewati tanpa motor. Menyedihkan!

Trauma, pasti. Apalagi ketika hari rabu mau kekampus lagi, tampak diujung jalan kembali razia. Oh tidak, saya benar-benar tak mampu jika harus ditilang lagi.

Wednesday, June 3, 2015

Catatan TDO

"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang kokoh". (Q.S Ash- Shaff: 4)
********* 
Kalimat bijak lain Ali bin Abi Tholib, bahwa kebaikan yang tak terstruktur dengan rapi akan dikalahkan oleh keburukan yang rapi penataannya". Sudah jelas sekali sebab-akibatnya. Artinya jika suatu kebaikan ditata dan dikelola dengan baik maka keburukan yang dimaksudkan diatas mampu dikalahkan olehnya.

UKMI (Unit Kegiatan Mahasiswa Islam) merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan internal kampus di UMRAH yag mewadahi berbagai aktivitas keislaman untuk seluruh masyarakat kampus atau  dibebeberapa kampus lain disebut LDK yang bertujuan untuk menciptakan kampus dan masyarkatnya memahami Islam secara utuh. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya dibutuhkan berbagai perbaikan, baik kualitas sumber daya manusia (baca:kader) maupun dalam struktur keorganisasian. 

Inilah salah satu dari sekian banyak tujuan dilaksanakannya Training Dasar Organisasi (TDO) yang dilakukan beberapa hari yang lalu.

TDO ini merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang dibuat oleh departemen kaderisasi yang wajib diikuti untuk seluruh pengurus dan kader, baik ditingkat UKMI maupun LDFnya yang telah mengikuti TK1 sebagai bekal dalam melakukan aktivitas dakwahnya dikampus.

Sekitar enam puluhan kader dari berbagai LDF mengikutinya. Selama pelaksanaan, tak hanya materi training yang diberikan, beberapa penugasan penunjang lainnya sebagai penyeimbang pun menjadi bagian dari kewajiban peserta, seperti penekanan tilawah, hafalan, riyadhoh dan lain sebagainya. Tujuannyaa adalah agar selama dan setelah TDO, kader semakin memahami bahwa hal-hal mendasar yang menjadi kunci untuk terus bergerak menebarkan dakwah dikampus adalah keseimbangan (fikriyah, jasadiyah dan ruhiyah) terpenuhi dalam diri kader-kadernya agar tak mudah goyah saat melangkah dan istiqomah.

Pelaksnaan inipun terselenggara tak lepas dari kegigihan para panitia dan instrukturnya. Jika dihitung berdasarkan jumlah, seperti tidak mungkin kegiatan ini terselenggara. Cukuplah kegigihan panitia dalam menyiapkan segalanya menjadi sejarah bagi diri mereka, bahwa mereka pernah berbuat untuk dakwah.
Semoga Allah mencatat segalanya dan menyiapkan balasan terbaik, baik peserta maupun panitia serta mengistiqomahkan kami untuk terus menapakkan kaki dijalan ini sampai diujung usia.

TDO UKMI BAHRUL 'ULUM UMRAH, 23-24 Mei 2015

Friday, March 27, 2015

10 Sahabat Yang Dijamin Masuk Syurga

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)


Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).


1. Abu Bakar Siddiq ra.

Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets.


2. Umar Bin Khatab ra.

Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.


3. Usman Bin Affan ra.

Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.


4. Ali Bin Abi Thalib ra.

Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.


5. Thalhah Bin Abdullah ra. 

Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.


6. Zubair Bin Awaam 

Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.


7. Sa’ad bin Abi Waqqas 
 
Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.


8. Sa’id Bin Zaid

Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’.


9. Abdurrahman Bin Auf

Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.


10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah

Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin.

ref: dakwatuna

Friday, March 13, 2015

"CIE- CIE"

Masih ingat pepatah ini, "karna cie setitik, rusak hati sebelanga". Ya, begitulah kira-kira.
 

Waktu itu masih dalam suasana melingkar (bukan ular), ada ulah dari salah satu teman hingga kami harus “cie-cie an” sambil ketawa. Seingatku, objeknya adalah, ada laki-laki dan perempuan, hehehee.. #lupa persisnya gimana.


Setelah beberapa waktu menikmati “cie-cie”, sang guru menyampaikan. “jangan cie-cie, nanti ada hati yang terkotori”. What? Kok bisa? #mikir keras, akhirnya paham!


Itu adalah cie-cie ala kami. Dan untuk kali ini berbeda. Masih pagi disekolah, anak-anak sibuk bermain, ada yang sibuk dengan tugasnya yang belum selesai tiba-tiba dihebohkan dengan “cie-ciean”, bukan saja dari satu anak. Tentu saja ini menyita perhatianku. Penasaran, dan tau sebabnya. hehehee...


Setelah itu, kulanjutkan untuk kembali mengajar, dan tanpa sengaja tangan seorang anak tercoret oleh penaku. Sambil minta maaf, kubersihkan tangannya (menggosok sambil dipegang), dannnnn .... “cie-cie, Bundaa.."

Ah, cie cie ^^



TENTANG RINDU

Bagaikan Pungguk yang merindukan bulan, malampun begitu. Ia terlalu berharap matahari menyinarinya dan siang yang mengaharapkan datangnya bulan. Memang, semuanya ini hanya sebuah perumpamaan. Dan akan berubah kecuali dengan takdir Allah.


Ini tentang rindu..
Rindu sebatang pohon akan hujan..

Kemarau ini terlalu panjang. Bumi begitu gersang. Mengharapkan hujan datang. Bagaimana tidak, ia menyadari bahwa ada sebatang pohon ditengah-tengahnya yang sangat membutuhkan sentuhan air. Andai sedikit saja hujan tak membasahinya, pohon itu tak akan tumbuh sempurna. Tapi tetap saja, bumi tak mampu mengetahui kapan datangnya. Ia tak mampu berbuat yang lain.


Disisi yang lain, walau harus bertahan dengan keadaan, pohon terlalu setia menanti. Sangat kuat dalam ingatannya, ketika terakhir hujan menemuinya, menyapa dengan guyuran lembutnya yang mampu memberikan energy, walau saat perginya, ia pun tak berjanji kapan kan kembali. Bukan hujan sengaja menelantarkannya, namun ia terlalu takut janji itu tak terpenuhi. Atau datang diwaktu yang lain.


Ditengah penantian yang membuatnya hampir layu dan siap merelakan hidupnya saat yang difikirkannya bahwa hujan benar-benar tak kembali, anginpun datang, bersama gerimis-gerimis kecil membawa sebuah isyarat bahwa sang hujan bukan sengaja menyakiti diri dengan cara seperti ini, apalagi sampai melupakannya. Pesannya, ia pasti akan datang, saat  Tuhan benar-benar menakdirkan harus menemuinya. 


Sang pohon begitu bahagia. Ia pun menyampaikan rasa terimakasihnya kepada angin, setidaknya, ini akan membuatnya semakin termotivasi menanti walau rindu begitu hebatnya dihati. Setelah tugasnya selesai, angin pergi.

Rinduu...


Selamat Ulang Tahun, Bunda

Tanjungpinang, 09 Maret 2015

Menjadi pendidik disekolah yang mayoritas berusia empat sampai dengan enam tahun bukanlah cita-citaku. Tapi saat ini semuanya terjadi. Awalnya memang sangat sulit, hingga tak jarang kekakuan terjadi saat aku harus berkomunikasi dengan mereka. Apalagi dengan segala macam aturan yang aku fikir sangat sulit untuk membangun kedekatan antara aku dengan mereka.


Sekarang adalah tahun kedua aku bersama anak-anak disini. Belajar dari pengalaman setahun yang lalu, aku harus punya cara sendiri agar kami tak berbatas. Setidaknya, ada kenyamanan bagi mereka ketika bersamaku. Dan, Alhamdulillah.... layaknya sahabat, kami sering bermain. Kadang juga seperti kakak beradik dengan berbagai kekonyolan.

Hari ini hari senin, seperti biasa setelah melewati hari minggu yang katanya adalah hari libur (buat yang menikmatinya saja), aku beraktifitas kembali. Bertemu dengan sahabat-sahabat kecilku. Polos dan imut, yang kadang menyebalkan dan tak jarang menjadi penghibur ditengah penatnya pikiran.

Pagi itu disekolah dimulai dengan upacara. Setelah rangkaian kegiatan mengaji, sholat dhuha berjamaah, istirahat dan makan siang selesai, sampailah pada pelajaran inti.

Ketika baru beberapa menit dimulai untuk menjelaskan tema pelajaran, tiba-tiba seseorang dari mereka menghentikan. “Bunda, Bunda... Selamat Ulang Tahun”. Tiba-tiba terdiam sambil mikir, kok bisa tau ya.

“Terimakasih, Ayya...”. sambil disambut anak-anak yang lain menyanyikan lagu favorit mereka ketika ada salah satu teman mereka yang merayakan ulang tahunnya disekolah. Bahagianya....

Tuesday, March 10, 2015

Bahagia Itu Sederhana

Diawal ingin kusampaikan rasa syukur ini kepada-Nya atas limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya sampai saat ini kepadaku. Nikmat umur hingga mengantarkanku diusia 24 tahun. Aku berharap, disisa waktu yangdiberikan-Nya, segala keberkahan menyertaiku.

Entah harus dimulai dari mana, yang jelas kebahagiaan bersamaku saat ini. Kejutan-kejutan hadir dari orang-orang terbaikku.

Ini bulan lahirku. Aku pernah menjanjikan diri untuk sebuah kado istimewa ditahun ini. KELULUSAN. Walau ternyata harus ditunda, tapi bukan berarti tak kutunaikan, kisahnya sangat panjang, tunggu saja sampai dua ataupun tiga bulan kedepan. Bersabarlah wahai diri!

Bagaimana mungkin tak bahagia, ketika kedua orangtua, melalui hp,yang kuingatkan tentang hari itu secara langsung mendokan dan memberikan dorongan agar tetap semangat mengejar mimpi.#eakkk walau tanpa diingatkan pun mereka pasti mendoakan.

Kebahagiaan semakin bertambah saat jadwal melingkar dengan sahabat-sahabat muda yang bersahaja yang sampai sekarang, mereka selalu memberikan banyak pengalaman dan pelajaran.Terimakasih untuk sabtu dan minggu. Dan yang tak kalah penting adalah, kisah perjalanan kekijang yang akhirnya harus mengorbankan selembar rok. Lucu dan memalukan. #BahagiaItuSederhana


Friday, February 13, 2015

TSABAT (Inilah Jalanku)

Tsabat bermakna teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta cobaan di jalan kebenaran. Dan tsabat bagai benteng bagi seorang kader. Ia sebagai daya tahan dan pantang menyerah. Ketahanan diri atas berbagai hal yang merintanginya. Hingga ia mendapatkan cita-citanya atau mati dalam keadaan mulia karena tetap konsisten di jalan-Nya.

Dalam Majmu’atur Rasail, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tsabat adalah orang yang senantiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah yang amat panjang sampai ia kembali kepada Allah SWT. dengan kemenangan, baik kemenangan di dunia ataupun mati syahid.

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya”. (Al- Ahzab: 23).

Sesungguhnya jalan hidup yang kita lalui ini adalah jalan yang tidak sederhana. Jauh, panjang dan penuh liku apalagi jalan dakwah yang kita tempuh saat ini. Ia jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan. Karena itu dakwah ini sangat memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat ‘aliyah, yakni orang-orang yang berjiwa ikhlas, itqan (profesional) dalam bekerja, berjuang dan beramal serta orang-orang yang tahan akan berbagai tekanan. Dengan modal itu mereka sampai pada harapan dan cita-citanya.

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah: 177).

Disamping itu, dakwah ini juga senantiasa menghadapi musuh-musuhnya di setiap masa dan zaman sesuai dengan kondisinya masing-masing. Tentu mereka sangat tidak menginginkan dakwah ini tumbuh dan berkembang. Sehingga mereka berupaya untuk memangkas pertumbuhan dakwah atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya dakwah akan bertabrakan dengan kepentingan hidup mereka. Oleh karena itu dakwah ini membutuhkan pengembannya yang berjiwa teguh menghadapi perjalanan yang panjang dan penuh lika-liku serta musuh-musuhnya. Merekalah orang-orang yang mempunyai ketahanan daya juang yang kokoh.
Kita bisa melihat ketsabatan Rasulullah SAW. Ketika beliau mendapatkan tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah SWT.

‘Demi Allah, wahai pamanku seandainya mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Niscaya tidak akan aku tinggalkan urusan ini sampai Allah SWT. memenangakan dakwah ini atau semuanya akan binasa’.

Demikian pula para sahabatnya ketika menjumpai ujian dan cobaan dakwah, mereka tidak pernah bergeser sedikitpun langkah dan jiwanya. Malah semakin mantap komitmen mereka pada jalan Islam ini. Ka’ab bin Malik pernah ditawari Raja Ghassan untuk menetap di wilayahnya dan mendapatkan kedudukan yang menggiurkan. Tapi semua itu ditolaknya sebab hal itu justru akan menimbulkan mudharat yang jauh lebih besar lagi.

Kita dapat juga saksikan peristiwa yang menimpa umat Islam pada masa Khalifah Al Mu’tsahim Billah tentang fitnah dan ujian ‘khalqul Qur’an’. Imam Ahmad bin Hambal sangat tegar menghadapi ujian tersebut dengan tegas ia menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang didoktrin oleh Khalifah. Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin Imam Ahmad bin Hambal menerima penjara dan hukum pukulan dan cambukan. Dengan ketsabatan beliau kaum muslimin terselamatkan aqidah mereka dari kesesatan.

Demikian pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meski akhirnya ia pun menemui Rabbnya dengan berondongan senajata api. Dan Sayyid Quthb yang menerima eksekusi mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan dengan tiang gantungan. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. (Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’).

Namun memang tidak sedikit kader yang kendur daya tahannya. Ada yang berguguran karena tekanan materi. Tergoda oleh rayuan harta benda. Setelah mendapatkan mobil mewah, rumah megah dan sejumlah uang yang dimasukan ke dalam rekeningnya. Membuat semangat dakwahnya luntur. Bahkan ia akhirnya sangat haus dan rakus pada harta benda duniawi yang fana itu. Dan ia jadikan harta benda itu sebagai tuhanya. Ada pula yang rontok daya juangnya karena tekanan keluarga. Keluarganya menghendaki sikap hidup yang berbeda dengan nilai dakwah. Keluarganya ingin sebagai keluarga kebanyakan masyarakat yang sekuler. Dengan gaya dan stylenya, sikap dan perilakunya Sehingga ia pun mengikuti selera keluarganya. Ada juga yang tidak tahan karena tekanan politik yang sangat keras. Teror, ancaman, kekerasan, hukuman dan penjara selalu menghantui dirinya sehingga ia tidak tahan kemudian ia pun meninggalkan jalan dakwah ini.
Oleh karena itu sikap tsabat mesti berlandaskan keistiqamahan pada petunjuk Allah SWT. (Al Istiqamah alal Huda). Berpegang teguh pada ketaqwaan dan kebenaran hakiki, tidak mudah terbujuk oleh bisikan nafsu rendah dirinya sekalipun. Sehingga diri kukuh untuk memegang janji dan komitmen pada nilai-nilai kesucian. Ia tidak memiliki keinginan sedikit dan sekejap pun untuk menyimpang lalu mengikuti kecenderungan hina dan tipu muslihat setan durjana. Dan sikap ini harus terus diri’ayah dengan taujihat dan tarbawiyah sehingga tetap bersemayam dalam sanubari yang paling dalam. Dengan bekalan itu seorang kader dapat bertahan berada di jalan dakwah ini.

Melalui sikap teguh ini perjalanan panjang menjadi pendek. Perjalanan yang penuh onak dan duri tidak menjadi hambatan untuk meneruskan langkah-langkah panjangnya. Bahkan ia dapat melihat urgensinya sikap tsabat dalam dakwah. Adapun urgensi tsabat dalam mengemban amanah dakwah ini diantaranya:

1. Dalalah salamatil Manhaj (Bukti jalan hidup yang benar)
Jalan hidup ini sangat beragam. Ada jalan yang baik ada pula yang buruk. ada yang menyenangkan ada pula yang menyusahkan. Dan sikap tsabat menjadi bukti siapa-siapa yang benar jalan hidupnya. Mereka berani menghadapi jalan hidup bagaimanapun selama jalan itu menghantarkan pada kemuliaan meski harus merasakan kepahitan atau kesusahan.

Sikap tsabat ini melahirkan keberanian menghadapi realita hidup. Ia tidak cengeng dengan beragam persoalan. Malah ia mampu mengendalikan permasalahan. Amatlah pantas perintah Allah SWT. pada orang beriman tatkala menghadapi musuh agar mengencangkan jiwa yang tegar dan konsisten pada keyakinanannya.

“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menghadapi satu pasukan maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”. (Al-Anfal: 45).

Dengan demikian mereka yang tsabat dalam jalan dakwah ini menjadi pilihan hidupnya. lantaran ia tahu dan berani menerima kenyataan yang memang harus ia alami.

Pujangga termasyhur, Al Buhturi dalam baris syairnya ia mengungkapkan bahwa jiwa yang berani hidup dengan menghadapi resiko apapun dan tetap tegar berdiri di atas pijkannya adalah ‘nafsun tudhi’u wa himmatun tatawaqqadu, (jiwa yang menerangi dan cita-cita yang menyala-nyala’). Sebab jiwa yang semacam itu menjadi bukti bahwa ia benar dalam mengarungi bahtera hidupnya.

2. Mir’atus Syakhshiyatil Mar’i (Cermin kepribadian seseorang)
Sikap tsabat membuat pemiliknya menjadi tenang. Dan ketenangan hati menimbulkan kepercayaan. Kepercayaan menjadi modal utama dalam berinteraksi dengan banyak kalangan. Karena itu sikap tsabat menjadi cermin kepribadian seorang muslim. Dan cermin itu berada pada bagaimana sikap dan jiwa seorang mukmin dalam menjalani arah hidupnya. juga bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalahnya.

Semua orang sangat membutuhkan cermin untuk memperbaiki dirinya. Dari cermin kita dapat mengarahkan sikap salah kepada sikap yang benar. Dan cermin amat membantu untuk mempermudah menemukan kelemahan diri sehingga dengan cepat mudah diperbaikinya. Amatlah beruntung bagi diri kita masih banyak orang yang menjual cermin. Agar kita semakin mudah mematut diri. Karenanya, Rasulullah SAW. Mendudukan peran seorang mukmin bagi cermin bagi mukmin lainnya.

Dan sikap tsabat adalah cermin bagi setiap mukmin. Karena tsabat dapat menjadi mesin penggerak jiwa-jiwa yang rapuh. Ia dapat mengokohkannya. Tidak sedikit orang yang jiwa mati hidup kembali lantaran mendapatkan energi dari ketsabatan seseorang. Ia bagai inspirasi yang mengalirkan udara segar terhadap jiwa yang limbung menghadapi segala kepahitan. Seorang ulama menginagtkan kita, ‘berapa banyak orang yang jiwa mati menjadi hidup dan jiwa yang hidup menjadi layu karena daya tahan yang dimiliki seseorang’. Dan disitulah fungsi dan peran tsabat.

3. Dharibatut Thariq ilal Majdi war Rif’ah (upaya untuk menuju kesuksesan dan kejayaan)
Setiap kesuksesan dan kejayaan memerlukan sikap tsabat. Istiqamah dalam mengarungi aneka ragam bentuk kehidupan. Tentu tidak akan ada kesuksesan dan kejayaan secara cuma-cuma. Ia hanya akan dapat dicapai manakala kita memiliki pra syaratnya. Yakni sikap tetap istiqamah menjalani hidup ini. Tidak neko-neko. Seorang murabbi mengingatkan binaannya dengan mengatakan, ‘Peliharalah keteguhan hatimu, karena ia bentengmu yang sesungguhnya. Barang siapa yang memperkokoh bentengnya niscaya ia tidak akan goyah oleh badai sekencang apapun. Dan ini menjadi pengamanmu’.

Begitulah nasehat banyak ulama kita yang mengingatkan agar kita berupaya secara maksimal mengokohkan kekuatan hati dan keteguhan jiwa agar mendapatkan cita-cita kita.

Juga terhadap jalan dakwah. Kegemilangan jalan suci ini hanya dapat diraih dari sikap konsisten terhadap prinsip dakwah ini. Yang tidak mudah bergeser karena tarikan-tarikan kepentingan yang mengarah pada kecenderungan duniawiyah. Tanpa sikap tsabat, pelaku dakwah ini akan terseret pada putaran kehancuran dan kerugian dunia dan akhirat.

“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami. Dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan begitu pula siksaan berlipat pula sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami”. (Al-Isra’: 73 – 75).

Sikap ini menjadi daya tahan terhadap bantingan apapun dan dari sanalah ia mencapai kejayaannya. Sebagaimana yang diingatkan Rasulullah SAW. pada Khabab bin Al ‘Arts agar tetap bersabar dan berjiwa tegar menghadapi ujian dakwah ini bukan dengan sikap yang tergesa-gesa. Apalagi dengan sikap yang menginginkan jalan dakwah ini tanpa hambatan dan sumbatan.

4. Thariqun litahqiqil Ahdaf (Jalan untuk mencapai sasaran)
Untuk mencapai sasaran hidup yang dikehendaki tidak ada jalan lain kecuali dengan bermodal tsabat. Teguh meniti jalan yang sedang dilaluinya. Meski perlahan-lahan. ‘alon-alon asal kelakon’. Tidak tertarik untuk zig-zag sedikit pun atau sesekali. Melainkan mereka lakukan terus-menerus meniti jalannya dengan sikap tetap istiqamah. Bahkan dalam dunia fabel dikisahkan kura-kura dapat mengalahkan kancil mencapai suatu tempat. Kura-kura meski jalan pelan-pelan namun akhirnya menghantarkan dirinya pada tempat yang dituju.

Imam ‘Athaillah As Sakandary menasehatkan muridnya untuk selalu tekun dalam berbuat agar meraih harapannya dan tidak cepat lelah atau putus asa untuk mendapatkan hasilnya. ‘Barang siapa yang menggali sumur lalu berpindah pada tempat yang lain untuk menggali lagi dan seterusnya berpindah lagi maka selamanya ia tidak akan menemukan air dari lobang yang ia gali. Tapi bila kamu telah menggali lobang galilah terus hingga kamu dapatkan air darinya meski amat melelahkan’ (Kitab Tajul ‘Arus). Karenanya ketekunan dan ketelatenan menjdi alat bantu untuk mencapai cita-cita dan harapan yang dikehendakinya. Dan kedua hal itu merupakan pancaran sikap tsabat seseorang.

Tsabat meliputi beberapa aspek yakni:
Pertama, Tsabat Ala dinillah, teguh terhadap agama Allah SWT.
Keteguhan pada masalah ini dengan tidak menanggalkan agama ini dari dirinya walaupun kematian menjadi ancamannya. Sebagaimana wasiat yang selalu dikumandangkan oleh Khatib jum’at agar senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaan sehingga mati dalam keadaan muslim. Ini pula yang menjadi wasiat para Nabi kepada keturunannya.

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya. Demikian pula Ya’kub. ‘Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (Al-Baqarah: 132).

Wasiat ini untuk menjadi warning pada kaum muslimin agar tetap memelihara imannya. Jangan mudah tergiur oleh kesenangan dunia lalu mengganti keyakinannya dengan yang lain. Menjual agamanya dengan harga mie instan atau sembako. Atau menukar prinsip hidupnya dengan kemolekan tubuh wanita. Atau ia mau mengganti aqidahnya dengan lowongan kerja dan kariernya. Na’udzu billahi min dzalik.

Kedua, Tsabat Alal Iltizam bidinillah, Tetap komitmen pada ajaran Allah SWT. baik dalam ketaatan maupun saat harus menerima kenyataan hidup. Ia tidak mengeluh atas apa yang menimpa dirinya. Ia tegar menghadapinya. Bangunan komitmennya tidak pernah pudar oleh kenyataan pahit yang dirasakannya. Keluhan dan penyesalan bukanlah solusi. Malah menambah beban hidup. Oleh karena itu keteguhan dan kesabaran menjadi modal untuk menyikapi seluruh permasalahannya. Rasulullah SAW. Bersabda: ‘As Shabir fihim ala dinihi kal qabidh alal jumari’.

Mereka yang menjaga komitmennya pada ajaran Allah senantiasa memandang bahwa apa saja yang diberikan-Nya adalah sesuatu yang baik bagi dirinya. Persepsi ini tidak akan membuat goyah menghadapi pengamalan pahit segetir apapun. Dan sangat mungkin merubahnya menjadi kenangan manis yang patut diabadikan dalam kumpulan album kehidupannya. Sebab segala pengalaman pahit bila mampu diatasi dengan sikap tegar maka ia menjadi bahan nostalgia yang amat mahal.

Ketiga, Tsabat Ala Mabda’ id Da’wah, teguh pada prinsip dakwah yang menjadi rambu-rambu dalam memberikan khidmatnya pada tugas agung ini. Memprioritaskan dakwah atas aktivitas lainnya sehingga dapat memberikan kontribusinya di jalan ini. Tanpa kenal lelah dan henti. Ia selalu terdepan pada pembelaan dakwah. Walau harus menderita karena sikapnya. Ketenangan dan kegusaran hatinya selalu dikaitkan dengan nasib dakwah. Ia tidak akan merasa nyaman bila dakwah dalam ancaman. Karena itu ia berupaya untuk selalu disiplin pada prinsip dakwah ini. Bergeser dari prinsip ini berakibat fatal bagi dakwah dan masa depan umat.

Perhatikanlah peristiwa Uhud, Bir Ma’unah dan lainnya. Peristiwa yang amat memilukan dalam sejarah dakwah tersebut diantaranya disebabkan oleh ketidak disiplinan kader pada prinsip dan rambu dakwah.

Izzatu Junudid Da’wah (harga diri seorang kader dakwah)
Saat ini kita memasuki era di mana tantangan dan peluang sama-sama terbuka. Dapat binasa lantaran tidak tahan menghadapi tantangan atau ia berjaya karena mampu membuka pintu peluang seluas-luasnya. Karena itu kita dituntut untuk bersikap tsabat dalam kondisi dan situasi apapun. Senang maupun susah, sempit ataupun lapang. Tidak pernah tergoda oleh bisikan-bisikan kemewahan dan kegemerlapan lalu tertarik padanya dan lari dari jalan dakwah.

Tsabat tidak mengenal waktu dan tempat, dimana pun dan kapan pun. Kita tetap harus mengusung misi dan visi dakwah kita yang suci ini. Untuk menyelamatkan umat manusia dari kehinaan dan kemudharatan. Dengan jiwa tsabat ini kader dakwah memiliki harga diri di mata Allah SWT. maupun di mata musuh-musuhnya. Melalui sikap ini seorang kader lebih istimewa dari pada kebanyakan orang. Dan ia menjadi citra yang tak ternilai harganya.

Imam Hasan Al Banna menegaskan, ‘janganlah kamu merasa kecil diri, lalu kamu samakan dirimu dengan orang lain. Atau kamu tempuh dalam dakwah ini jalan yang bukan jalan kaum mukminin. Atau kamu bandingkan dakwahmu yang cahayanya diambil dari cahaya Allah dan manhajnya diserap dari sunnah Rasul-Nya dengan dakwah-dakwah lainnya yang terbentuk oleh berbagai kepentingan lalu bubar begitu saja dengan berlalunya waktu dan terjadinya berbagai peristiwa. Kuncinya adalah Tsabat dalam jalan dakwah ini’. Kalau begitu bagaimana bangunan tsabat yang kita miliki?.

Wallahu ‘alam bishshawwab.

“Duhai pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk senantiasa berpegang teguh pada agama-Mu dan ketaatan di jalan-Mu”.