Friday, June 5, 2015

Tafsir Muslim Negarawan

Tafsir Resmi "MUSLIM NEGARAWAN"

Lokakarya Departemen Kaderisasi akhir Desember tahun 2005 dan awal 2006 atau lebih tepatnya pada tanggal 1 Muharam 1427 H yang diselenggarakan di Situ Gunung Sukabumi menyepakati rumusan profil ideal kader KAMMI, yakni mewujudkan kader Muslim Negarawan. Profil Muslim Negarawan ini adalah interpretasi dari sosok ‘Pemimpin Masa Depan yang Tangguh’ sebagaimana termaktub dalam Visi KAMMI. Pemimpin yang tangguh seperti apa yang ingin diwujudkan oleh KAMMI belum ada tafsir resminya sehingga wajar kemudian yang berkembang justru masing-masing menafsirkan sendiri-sendiri. Pentingnya tafsir resmi ini agar KAMMI memiliki patokan dasar dalam mengimplementasikan konsep yang diinginkan gerakan. Dengan memiliki patokan dasar yang resmi maka mengevaluasi hasil-hasilnya pun dapat dipertanggungjawabkan secara kolektif bahkan dapat diukur pencapaiannya.

Mengapa Muslim Negarawan?

Istilah Muslim Negarawan merupakan frase yang terdiri dari kata Muslim dan Negarawan. Dua kata ini bermakna netral yakni, muslim, merujuk pada manusia yang beragama Islam dan negarawan merujuk pada kualitas pemimpin puncak sebuah Negara. Mengapa Negarawan? Apa bedanya dengan bangsawan?

Hal pertama yang perlu dipahami, ketika dua buah kata dibentuk menjadi satu frase, maka dua kata itu menjadi istilah yang eksklusif. Dikatakan eksklusif karena tidak ada kamus yang dapat dirujuk secara bertanggung jawab kecuali dari pihak yang mengeluarkan istilah itu. Seperti halnya istilah ‘rumah sakit’, frase ini menjadi istilah eksklusif yang terdiri dari kata ‘rumah’ dan ‘sakit’. Tapi muncul pertanyaan sederhana, mana mungkin rumah sakit? Apakah rumah itu hidup sehingga ia sempat merasakan sakit? Jawabannya: jika diartikan secara harfiyah memang bermakna demikian, tapi ketika dua kata menjadi frase artinya dikembalikan pada pihak/komunitas yang mengeluarkan frase itu. Jika frase itu dikeluarkan oleh pihak serumpun Melayu (Indonesia) maka artinya adalah tempat berobat. Tapi jika dicari di kamus berbahasa Inggris mungkin akan berarti home of sick, tapi istilah terakhir ini tidak dikenal di sana, mereka hanya kenal istilah hospital bagi ‘rumah sakit’ yang kita istilahkan tadi.

Begitu juga dengan istilah Muslim Negarawan yang dikeluarkan KAMMI, ketika dua kata ini digabung maka istilah ini menjadi istilah yang eksklusif dan karenanya makna frase ini perlu dikembalikan pada pihak yang bertanggung jawab mengeluarkan istilah ini, yang dalam hal ini adalah KAMMI itu sendiri.

Dalam Manhaj Kaderisasi KAMMI 1427 H, Muslim Negarawan adalah kader KAMMI yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.

Mengapa negarawan? Kata negarawan menurut beberapa kamus adalah pejabat pemimpin pemerintahan; seseorang yang dianggap berjasa dalam membangun bangsanya; mentalitas yang merasa memiliki bangsa dan negaranya dan karenanya ia berkontribusi dalam membela dan membangun negara dan bangsanya. KAMMI mengambil dua makna yang terakhir yang lebih substansial yakni mentalitas bukan jabatan. Tapi dua makna yang terakhir ini setara dengan makna yang pertama, oleh karena itu makna-makna ini sejalan dengan logika gerakan bahwa gerakan mahasiswa setara dengan pejabat pemerintahan dalam peran ballanching power (kekuatan penyeimbang).

Secara konstitusional misi dan peran kenegaraan ini termaktub dalam preambule UUD ’45 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam konteks kekaderan makna negarawan di atas bagi KAMMI adalah misi dan peran-peran kenegaraan dijiwai kader KAMMI. Sebagai ballanching power, maka KAMMI harus dapat mengontrol negara untuk konsisten menjalankan peran-peran kenegaraan ini sebagaimana termaktub dalam UUD ’45.

Namun yang diinginkan KAMMI makna negarawan di atas tidak dimaknai secara sekuler. Dengan istilah Muslim Negarawan maka nilai-nilai keislaman menjiwai dan mewarnai watak kenegarawanan kader KAMMI.

Mengapa tidak bangsawan, sebab kata bangsawan memiliki konotasi elit dan strata khusus yang berbeda dengan rakyat biasa, yakni mereka yang memiliki trah/darah biru sebagai atau keturunan dari penguasa sebuah bangsa. Dan istilah ini tidak lagi relevan di zaman sekarang.

Manhaj Dakwah Membedah Muslim Negarawan

Lima Elemen Kunci dan Alat Evaluasi

Sebagaimana disebutkan dalam Manhaj Kaderisasi KAMMI 1427 H, Muslim Negarawan adalah kader KAMMI yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan. Dari definisi ini terdapat lima elemen kunci sebagai alat ukur evaluasi apakah kader KAMMI atau kebijakan-kebijakan KAMMI mencerminkan sebagai Muslim Negarawan.

Lima Elemen kunci dari kader Muslim Negarawan adalah:
1. Memiliki basis ideologi Islam yang mengakar,
2. Memiliki basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan,
3. Idealis dan konsisten,
4. Berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta
5. Mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.

Kehendak KAMMI atas Lima Elemen Kunci Bagi Kader

Yang dimaksud dengan ‘Memiliki basis ideologi Islam yang mengakar’ adalah bahwa kader KAMMI berpikir dan bergerak berdasarkan ‘kehendak’ Islam. Islam sebagai titik tolak pergerakan adalah ideologi yang mewarnai pergerakan dan kebijakan KAMMI. KAMMI tidak berpikir dan bertindak dalam framework liberal atau menggunakan elemen ideologi kelompok lain. KAMMI hanya menggunakan Islam sebagai landasan dan kaidah perjuangannya. Karenanya KAMMI hanya menjalankan kehendak-kehendak Islam dalam membangun bangsa dan merekonstruksi umat. Oleh karena itu hal ini menuntut kader KAMMI untuk mempelajari Islam secara lebih intensif dan komprehensif, terutama mempelajari apa kehendak-kehendak Islam dan bagaimana kaidah-kaidah memperjuangkannya.

Yang dimaksud dengan ‘Memiliki basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan’ adalah bahwa kader KAMMI berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan ilmiah dan pemikiran yang mapan. Yang dimaksud dengan pengetahuan ilmiah adalah berangkat dari pengetahuan yang rasional (masuk akal) dan empirik (dapat dibuktikan). KAMMI tidak bergerak secara emosional tapi bergerak dengan penuh argumen yang valid dan solid, lengkap dengan data-data yang akurat dan pembelaan yang tepat. Yang dimaksud dengan pemikiran yang mapan adalah bahwa KAMMI tidak berangkat dari pengetahuan yang mudah didekonstruksi. KAMMI berbeda dengan kelompok liberal yang memandang banyak persoalan terutama persoalan keislaman dengan cara pandang dekonstruksi, sedangkan mereka sendiri mendekonstruksi Islam dengan ilmu alat epistemologi yang tidak mapan dan mudah didekonstruksi pula. Oleh karena itu hal ini menuntut kader KAMMI untuk giat mempelajari konsep-konsep pengetahuan dan pemikiran yang mapan agar tidak mudah didekonstruksi argumen pergerakannya.

Yang dimaksud dengan idealis dan konsisten adalah bahwa kader KAMMI berpikir, berniat, dan bertindak berangkat dari nilai-nilai ideal bukan dari keuntungan sesaat dan tidak mudah menjual diri pada kepentingan pragmatis. Hal ini bukan berarti KAMMI tidak realistis, justru dengan mematok ‘nilai tertinggi’ ini ada upaya dialektis dengan realitas yang kemudian akan memudahkan KAMMI bergerak secara terpadu. Dalam cara pandang ini diupayakan kader KAMMI untuk selalu mengasah idealismenya dan melakukan evaluasi diri atas konsistensi perjuangannya. Bisa jadi godaan sesaat dapat menjebak KAMMI pada kepentingan yang tidak menguntungkan umat dunia akhirat dan menghilangkan investasi pahala ikhlas padahal perjuangan begitu melelahkan.

Yang dimaksud dengan ‘Berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa’ adalah bahwa kader KAMMI bukanlah beban dan masalah bagi umat dan bangsa, justru sebaliknya ekspresi kader KAMMI dalam pikiran, niatan, dan tindakan merupakan dalam rangka memberi solusi memecahkan problematika umat dan bangsa. KAMMI secara individual maupun organisasional adalah aset bagi umat dan bangsa ini. Oleh karenanya keterlibatan KAMMI dalam proses-proses perubahan dan kebijakan serta intervensi sosial secara kreatif dan strategis menjadi signifikan dalam upaya perbaikan. Dengan demikian KAMMI dan kader-kadernya penuh dinamika dan bukanlah kelompok yang diam dan tidak peduli terhadap persoalan kebangsaan dan keummatan.

Terakhir, yang dimaksud dengan ‘Mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan’ adalah bahwa kader KAMMI bukanlah musuh bagi pihak tertentu, gerakan atau institusi lainnya, sebaliknya KAMMI dapat memainkan perannya dalam merekatkan komponen-komponen bangsa pada upaya perbaikan dan pembangunan bangsa dan umat ini. 

Musuh KAMMI hanyalah kebatilan, KAMMI hanya berpikir, berniat, dan bertindak untuk menghilangkan kebatilan itu dalam komponen-komponen bangsa untuk kemudian bersama-sama membangun negeri tercinta Indonesia dan semesta dunia ini. Oleh karena itu, hal ini menuntut kader-kader KAMMI untuk bergaul secara luas, memiliki jaringan luas dalam proses perbaikan dan pembangunan dengan berbagai pihak, dan meletakkan ukhuwah secara proporsional. Ukhuwah dalam pandangan KAMMI mengikuti ukhuwah dalam pandangan Islam yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seiman), ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia), ukhuwah wathoniyah (ikatan sebangsa dan setanah air), ukhuwah nabatiyah (sensitivitas pada ‘kejiwaan’ alam), dan ukhuwah hayawaniyah (kepekaan kasih sayang pada hewan).

Pembangunan Kompetensi Kritis

Untuk mewujudkan sosok Muslim Negarawan erat kaitannya dengan pembangunan sistem gerakan (organic system building). Idealnya gerakan mahasiswa Islam adalah gerakan yang tertata rapi (quwwah al-munashomat), memiliki semangat keimanan yang kuat (ghirah qawiyah) dan didukung kader-kadernya yang kompeten. Tiga hal ini merupakan syarat utama munculnya sosok Muslim Negarawan yang memiliki keberpihakan pada kebenaran dan terlatih dalam proses perjuangannya.

Secara aplikatif sosok kader Muslim Negarawan harus memiliki kompetensi kritis yang harus dilatih sejak dini. Kompetensi kritis ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki kader yang dirancang sesuai kebutuhan masa depan sebagaimana yang dirumuskan di dalam Visi Gerakan KAMMI. 

Terdapat enam kompetensi kritis yang harus dimiliki kader KAMMI, sebagai berikut ini:

1. Pengetahuan Ke-Islam-an
Kader harus memiliki ilmu pengetahuan dasar keislaman, ilmu alat Islam, dan wawasan sejarah dan wacana keislaman. Pengetahuan ini harus dimiliki agar kader memiliki sistem berpikir Islami dan mampu mengkritisi serta memberikan solusi dalam cara pandang Islam.

2. Kredibilitas Moral
Kader memiliki basis pengetahuan ideologis, kekokohan akhlak, dan konsistensi dakwah Islam. Kredibilitas moral ini merupakan hasil dari interaksi yang intensif dengan manhaj tarbiyah Islamiyah serta implementasinya dalam gerakan (tarbiyah Islamiyah harakiyah).

3. Wawasan ke-Indonesia-an
Kader memiliki pengetahuan yang berkorelasi kuat dengan solusi atas problematika umat dan bangsa, sehingga kader yang dihasilkan dalam proses kaderisasi KAMMI selain memiliki daya kritis, ilmiah dan obyektif juga mampu memberikan tawaran solusi dengan cara pandang makro kebangsaan agar kemudian dapat memberikan solusi praktis dan komprehensif.

Wawasan ke-Indonesia-an yang dimaksud adalah penguasaan cakrawala ke-Indonesia-an, realitas kebijakan publik, yang terintegrasi oleh pengetahuan interdisipliner.

4. Kepakaran dan profesionalisme
Kader wajib menguasai studi yang dibidanginya agar memiliki keahlian spesialis dalam upaya pemecahan problematika umat dan bangsa. Profesionalisme dan kepakaran adalah syarat mutlak yang kelak menjadikan kader dan gerakan menjadi referensi yang ikut diperhitungkan publik.

5. Kepemimpinan
Kompetensi kepemimpinan yang dibangun kader KAMMI adalah kemampuan memimpin gerakan dan perubahan yang lebih luas. Hal mendasar dari kompetensi ini adalah kemampuan kader beroganisasi dan beramal jama’i. Sosok kader KAMMI tidak sekedar ahli di wilayah spesialisasinya, lebih dari itu ia adalah seorang intelektual yang mampu memimpin perubahan. Di samping mampu memimpin gerakan dan gagasan, kader pun memiliki pergaulan luas dan jaringan kerja efektif yang memungkinkan terjadi akselerasi perubahan.

6. Diplomasi dan Jaringan
Kader KAMMI adalah mereka yang terlibat dalam upaya perbaikan nyata di tengah masyarakat. Oleh karena itu ia harus memiliki kemampuan jaringan, menawarkan dan mengkomunikasikan fikrah atau gagasannya sesuai bahasa dan logika yang digunakan berbagai lapis masyarakat. Penguasaan skill diplomasi, komunikasi massa, dan jaringan ini adalah syarat sebagai pemimpin perubahan.




0 komentar:

Post a Comment