Tafsir Resmi "MUSLIM NEGARAWAN"
Lokakarya Departemen
Kaderisasi akhir Desember tahun 2005 dan awal 2006 atau lebih tepatnya pada
tanggal 1 Muharam 1427 H yang diselenggarakan di Situ Gunung Sukabumi
menyepakati rumusan profil ideal kader KAMMI, yakni mewujudkan kader Muslim
Negarawan. Profil Muslim Negarawan ini adalah interpretasi dari sosok ‘Pemimpin
Masa Depan yang Tangguh’ sebagaimana termaktub dalam Visi KAMMI. Pemimpin yang
tangguh seperti apa yang ingin diwujudkan oleh KAMMI belum ada tafsir resminya
sehingga wajar kemudian yang berkembang justru masing-masing menafsirkan
sendiri-sendiri. Pentingnya tafsir resmi ini agar KAMMI memiliki patokan dasar
dalam mengimplementasikan konsep yang diinginkan gerakan. Dengan memiliki
patokan dasar yang resmi maka mengevaluasi hasil-hasilnya pun dapat
dipertanggungjawabkan secara kolektif bahkan dapat diukur pencapaiannya.
Mengapa Muslim
Negarawan?
Istilah Muslim
Negarawan merupakan frase yang terdiri dari kata Muslim dan Negarawan. Dua kata
ini bermakna netral yakni, muslim, merujuk pada manusia yang beragama Islam dan
negarawan merujuk pada kualitas pemimpin puncak sebuah Negara. Mengapa Negarawan?
Apa bedanya dengan bangsawan?
Hal pertama yang
perlu dipahami, ketika dua buah kata dibentuk menjadi satu frase, maka dua kata
itu menjadi istilah yang eksklusif. Dikatakan eksklusif karena tidak ada kamus
yang dapat dirujuk secara bertanggung jawab kecuali dari pihak yang mengeluarkan
istilah itu. Seperti halnya istilah ‘rumah sakit’, frase ini menjadi istilah
eksklusif yang terdiri dari kata ‘rumah’ dan ‘sakit’. Tapi muncul pertanyaan
sederhana, mana mungkin rumah sakit? Apakah rumah itu hidup sehingga ia sempat
merasakan sakit? Jawabannya: jika diartikan secara harfiyah memang bermakna
demikian, tapi ketika dua kata menjadi frase artinya dikembalikan pada
pihak/komunitas yang mengeluarkan frase itu. Jika frase itu dikeluarkan oleh
pihak serumpun Melayu (Indonesia) maka artinya adalah tempat berobat. Tapi jika
dicari di kamus berbahasa Inggris mungkin akan berarti home of sick, tapi
istilah terakhir ini tidak dikenal di sana, mereka hanya kenal istilah hospital
bagi ‘rumah sakit’ yang kita istilahkan tadi.
Begitu juga dengan
istilah Muslim Negarawan yang dikeluarkan KAMMI, ketika dua kata ini digabung
maka istilah ini menjadi istilah yang eksklusif dan karenanya makna frase ini
perlu dikembalikan pada pihak yang bertanggung jawab mengeluarkan istilah ini, yang
dalam hal ini adalah KAMMI itu sendiri.
Dalam Manhaj
Kaderisasi KAMMI 1427 H, Muslim Negarawan adalah kader KAMMI yang memiliki
basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan,
idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan
bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.
Mengapa negarawan?
Kata negarawan menurut beberapa kamus adalah pejabat pemimpin pemerintahan;
seseorang yang dianggap berjasa dalam membangun bangsanya; mentalitas yang
merasa memiliki bangsa dan negaranya dan karenanya ia berkontribusi dalam
membela dan membangun negara dan bangsanya. KAMMI mengambil dua makna yang
terakhir yang lebih substansial yakni mentalitas bukan jabatan. Tapi dua makna
yang terakhir ini setara dengan makna yang pertama, oleh karena itu makna-makna
ini sejalan dengan logika gerakan bahwa gerakan mahasiswa setara dengan pejabat
pemerintahan dalam peran ballanching power (kekuatan penyeimbang).
Secara
konstitusional misi dan peran kenegaraan ini termaktub dalam preambule UUD ’45
yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Dalam konteks kekaderan makna negarawan di atas bagi KAMMI
adalah misi dan peran-peran kenegaraan dijiwai kader KAMMI. Sebagai ballanching
power, maka KAMMI harus dapat mengontrol negara untuk konsisten menjalankan
peran-peran kenegaraan ini sebagaimana termaktub dalam UUD ’45.
Namun yang
diinginkan KAMMI makna negarawan di atas tidak dimaknai secara sekuler. Dengan
istilah Muslim Negarawan maka nilai-nilai keislaman menjiwai dan mewarnai watak
kenegarawanan kader KAMMI.
Mengapa tidak
bangsawan, sebab kata bangsawan memiliki konotasi elit dan strata khusus yang
berbeda dengan rakyat biasa, yakni mereka yang memiliki trah/darah biru sebagai
atau keturunan dari penguasa sebuah bangsa. Dan istilah ini tidak lagi relevan
di zaman sekarang.
Manhaj Dakwah
Membedah Muslim Negarawan
Lima Elemen Kunci
dan Alat Evaluasi
Sebagaimana
disebutkan dalam Manhaj Kaderisasi KAMMI 1427 H, Muslim Negarawan adalah kader
KAMMI yang memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan
pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan
problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada
upaya perbaikan. Dari definisi ini terdapat lima elemen kunci sebagai alat ukur
evaluasi apakah kader KAMMI atau kebijakan-kebijakan KAMMI mencerminkan sebagai
Muslim Negarawan.
Lima Elemen kunci
dari kader Muslim Negarawan adalah:
1. Memiliki basis
ideologi Islam yang mengakar,
2. Memiliki basis
pengetahuan dan pemikiran yang mapan,
3. Idealis dan
konsisten,
4. Berkontribusi
pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta
5. Mampu menjadi
perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.
Kehendak KAMMI atas
Lima Elemen Kunci Bagi Kader
Yang dimaksud dengan
‘Memiliki basis ideologi Islam yang mengakar’ adalah bahwa kader KAMMI berpikir
dan bergerak berdasarkan ‘kehendak’ Islam. Islam sebagai titik tolak pergerakan
adalah ideologi yang mewarnai pergerakan dan kebijakan KAMMI. KAMMI tidak
berpikir dan bertindak dalam framework liberal atau menggunakan elemen ideologi
kelompok lain. KAMMI hanya menggunakan Islam sebagai landasan dan kaidah
perjuangannya. Karenanya KAMMI hanya menjalankan kehendak-kehendak Islam dalam
membangun bangsa dan merekonstruksi umat. Oleh karena itu hal ini menuntut
kader KAMMI untuk mempelajari Islam secara lebih intensif dan komprehensif,
terutama mempelajari apa kehendak-kehendak Islam dan bagaimana kaidah-kaidah
memperjuangkannya.
Yang dimaksud dengan
‘Memiliki basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan’ adalah bahwa kader KAMMI
berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan ilmiah dan pemikiran yang mapan.
Yang dimaksud dengan pengetahuan ilmiah adalah berangkat dari pengetahuan yang
rasional (masuk akal) dan empirik (dapat dibuktikan). KAMMI tidak bergerak
secara emosional tapi bergerak dengan penuh argumen yang valid dan solid,
lengkap dengan data-data yang akurat dan pembelaan yang tepat. Yang dimaksud
dengan pemikiran yang mapan adalah bahwa KAMMI tidak berangkat dari pengetahuan
yang mudah didekonstruksi. KAMMI berbeda dengan kelompok liberal yang memandang
banyak persoalan terutama persoalan keislaman dengan cara pandang dekonstruksi,
sedangkan mereka sendiri mendekonstruksi Islam dengan ilmu alat epistemologi
yang tidak mapan dan mudah didekonstruksi pula. Oleh karena itu hal ini
menuntut kader KAMMI untuk giat mempelajari konsep-konsep pengetahuan dan
pemikiran yang mapan agar tidak mudah didekonstruksi argumen pergerakannya.
Yang dimaksud dengan
idealis dan konsisten adalah bahwa kader KAMMI berpikir, berniat, dan bertindak
berangkat dari nilai-nilai ideal bukan dari keuntungan sesaat dan tidak mudah
menjual diri pada kepentingan pragmatis. Hal ini bukan berarti KAMMI tidak realistis,
justru dengan mematok ‘nilai tertinggi’ ini ada upaya dialektis dengan realitas
yang kemudian akan memudahkan KAMMI bergerak secara terpadu. Dalam cara pandang
ini diupayakan kader KAMMI untuk selalu mengasah idealismenya dan melakukan
evaluasi diri atas konsistensi perjuangannya. Bisa jadi godaan sesaat dapat
menjebak KAMMI pada kepentingan yang tidak menguntungkan umat dunia akhirat dan
menghilangkan investasi pahala ikhlas padahal perjuangan begitu melelahkan.
Yang dimaksud dengan
‘Berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa’ adalah bahwa kader
KAMMI bukanlah beban dan masalah bagi umat dan bangsa, justru sebaliknya
ekspresi kader KAMMI dalam pikiran, niatan, dan tindakan merupakan dalam rangka
memberi solusi memecahkan problematika umat dan bangsa. KAMMI secara individual
maupun organisasional adalah aset bagi umat dan bangsa ini. Oleh karenanya
keterlibatan KAMMI dalam proses-proses perubahan dan kebijakan serta intervensi
sosial secara kreatif dan strategis menjadi signifikan dalam upaya perbaikan.
Dengan demikian KAMMI dan kader-kadernya penuh dinamika dan bukanlah kelompok
yang diam dan tidak peduli terhadap persoalan kebangsaan dan keummatan.
Terakhir, yang
dimaksud dengan ‘Mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan’
adalah bahwa kader KAMMI bukanlah musuh bagi pihak tertentu, gerakan atau
institusi lainnya, sebaliknya KAMMI dapat memainkan perannya dalam merekatkan
komponen-komponen bangsa pada upaya perbaikan dan pembangunan bangsa dan umat
ini.
Musuh KAMMI hanyalah kebatilan, KAMMI hanya berpikir, berniat, dan bertindak untuk menghilangkan kebatilan itu dalam komponen-komponen bangsa untuk kemudian bersama-sama membangun negeri tercinta Indonesia dan semesta dunia ini. Oleh karena itu, hal ini menuntut kader-kader KAMMI untuk bergaul secara luas, memiliki jaringan luas dalam proses perbaikan dan pembangunan dengan berbagai pihak, dan meletakkan ukhuwah secara proporsional. Ukhuwah dalam pandangan KAMMI mengikuti ukhuwah dalam pandangan Islam yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seiman), ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia), ukhuwah wathoniyah (ikatan sebangsa dan setanah air), ukhuwah nabatiyah (sensitivitas pada ‘kejiwaan’ alam), dan ukhuwah hayawaniyah (kepekaan kasih sayang pada hewan).
Musuh KAMMI hanyalah kebatilan, KAMMI hanya berpikir, berniat, dan bertindak untuk menghilangkan kebatilan itu dalam komponen-komponen bangsa untuk kemudian bersama-sama membangun negeri tercinta Indonesia dan semesta dunia ini. Oleh karena itu, hal ini menuntut kader-kader KAMMI untuk bergaul secara luas, memiliki jaringan luas dalam proses perbaikan dan pembangunan dengan berbagai pihak, dan meletakkan ukhuwah secara proporsional. Ukhuwah dalam pandangan KAMMI mengikuti ukhuwah dalam pandangan Islam yakni ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seiman), ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia), ukhuwah wathoniyah (ikatan sebangsa dan setanah air), ukhuwah nabatiyah (sensitivitas pada ‘kejiwaan’ alam), dan ukhuwah hayawaniyah (kepekaan kasih sayang pada hewan).
Pembangunan
Kompetensi Kritis
Untuk mewujudkan
sosok Muslim Negarawan erat kaitannya dengan pembangunan sistem gerakan
(organic system building). Idealnya gerakan mahasiswa Islam adalah gerakan yang
tertata rapi (quwwah al-munashomat), memiliki semangat keimanan yang kuat
(ghirah qawiyah) dan didukung kader-kadernya yang kompeten. Tiga hal ini
merupakan syarat utama munculnya sosok Muslim Negarawan yang memiliki
keberpihakan pada kebenaran dan terlatih dalam proses perjuangannya.
Secara aplikatif
sosok kader Muslim Negarawan harus memiliki kompetensi kritis yang harus
dilatih sejak dini. Kompetensi kritis ini adalah kemampuan dasar yang harus
dimiliki kader yang dirancang sesuai kebutuhan masa depan sebagaimana yang
dirumuskan di dalam Visi Gerakan KAMMI.
Terdapat enam kompetensi kritis yang
harus dimiliki kader KAMMI, sebagai berikut ini:
1. Pengetahuan
Ke-Islam-an
Kader harus memiliki
ilmu pengetahuan dasar keislaman, ilmu alat Islam, dan wawasan sejarah dan
wacana keislaman. Pengetahuan ini harus dimiliki agar kader memiliki sistem
berpikir Islami dan mampu mengkritisi serta memberikan solusi dalam cara
pandang Islam.
2. Kredibilitas
Moral
Kader memiliki basis
pengetahuan ideologis, kekokohan akhlak, dan konsistensi dakwah Islam.
Kredibilitas moral ini merupakan hasil dari interaksi yang intensif dengan
manhaj tarbiyah Islamiyah serta implementasinya dalam gerakan (tarbiyah
Islamiyah harakiyah).
3. Wawasan
ke-Indonesia-an
Kader memiliki
pengetahuan yang berkorelasi kuat dengan solusi atas problematika umat dan
bangsa, sehingga kader yang dihasilkan dalam proses kaderisasi KAMMI selain
memiliki daya kritis, ilmiah dan obyektif juga mampu memberikan tawaran solusi
dengan cara pandang makro kebangsaan agar kemudian dapat memberikan solusi
praktis dan komprehensif.
Wawasan
ke-Indonesia-an yang dimaksud adalah penguasaan cakrawala ke-Indonesia-an,
realitas kebijakan publik, yang terintegrasi oleh pengetahuan interdisipliner.
4. Kepakaran dan
profesionalisme
Kader wajib
menguasai studi yang dibidanginya agar memiliki keahlian spesialis dalam upaya
pemecahan problematika umat dan bangsa. Profesionalisme dan kepakaran adalah
syarat mutlak yang kelak menjadikan kader dan gerakan menjadi referensi yang
ikut diperhitungkan publik.
5. Kepemimpinan
Kompetensi
kepemimpinan yang dibangun kader KAMMI adalah kemampuan memimpin gerakan dan
perubahan yang lebih luas. Hal mendasar dari kompetensi ini adalah kemampuan
kader beroganisasi dan beramal jama’i. Sosok kader KAMMI tidak sekedar ahli di
wilayah spesialisasinya, lebih dari itu ia adalah seorang intelektual yang
mampu memimpin perubahan. Di samping mampu memimpin gerakan dan gagasan, kader
pun memiliki pergaulan luas dan jaringan kerja efektif yang memungkinkan
terjadi akselerasi perubahan.
6. Diplomasi dan
Jaringan
Kader KAMMI adalah
mereka yang terlibat dalam upaya perbaikan nyata di tengah masyarakat. Oleh
karena itu ia harus memiliki kemampuan jaringan, menawarkan dan
mengkomunikasikan fikrah atau gagasannya sesuai bahasa dan logika yang
digunakan berbagai lapis masyarakat. Penguasaan skill diplomasi, komunikasi
massa, dan jaringan ini adalah syarat sebagai pemimpin perubahan.
Pasted
from <https://eljundi.wordpress.com/2011/05/16/192/>
0 komentar:
Post a Comment